Momok Sebuah JSA (lanjutan)
Assalamu’alaikum sobat..
Melanjutkan tulisan sebelumnya, bahwa terdapat 2 dari sekian penyebab mengenai JSA dijadikan sebuah momok oleh kebanyakan karyawan khususnya di Pertambangan yaitu Doktrin Normatif dan Eksklusif.
Berat juga ya istilahnya..
Oke, mari kita perjelas 1 per 1 dari penyebab tersebut.
1. Doktrin Normatif
Karyawan yang sudah lama berkecimpung di dunia pertambangan batubara pasti sudah mengikuti pelatihan kompetensi khusus pengawas operasional pertambangan. Pelatihan tersebut berjenjang berdasarkan (kalo gak salah) lamanya, posisi dan tanggung jawab. Ada 3 level yaitu POP (Pengawas Operasional Pertama), POM (Pengawas Operasional Madya) dan POU (Pengawas Operasional Utama).
Kita bahas khusus POP (Pengawas Operasional Pertama), karena ini adalah gerbang awal yang wajib diikuti oleh seluruh pengawas operasional pertambangan. Pada modul pelatihan POP dari dulu sampai sekarang belum ada perubahan (setahu saya). Salah satu dari modul tersebut adalah JSA (Job Safety Analysis) atau diterjemahkan Analisa Keselamatan Pekerjaan. Konten dari materi tersebut sangat dasar dan sederhana sekali. Mengapa? Karena isi dari JSA tersebut melainkan langkah2 dari kegiatan yang dilakukan oleh pengawas operasional. Apabila pengawas memahami dan menguasai dengan baik suatu pekerjaan, pastinya akan lebih mudah memahami dalam pembuatan JSA.
Masalahnya adalah……
a. Pengawas tidak mau ambil pusing.
b. Belum dianggap suatu yang penting.
c. Tanpa JSA pun pekerjaan tetap aman dilakukan.
Itu dari sisi pengawasnya, sekarang dari sisi peninjau atau yang memberikan review JSA (biasanya orang Safety). Masalahnya adalah…
a. Belum tau seperti apa pekerjaannya.
b. Ada penilaian secara subjektif.
JSA adalah salah satu tools untuk mengidentifikasi bahaya dan menentukan pengendaliannya. Sebenarnya tools untuk identifikasi bahaya sangatlah banyak dan beragam. Saat ini banyak berkembang metode Hazid (Hazards Identification) di tempat kerja. Nah, untuk JSA sebenarnya tools yang paling sederhana dan mudah untuk dibuat, karena pembuatnya adalah pengawas dan pelaku pekerjaan itu sendiri. Oleh karena itu seharusnya tidak ribed bukan?
Masalah redaksional dalam JSA tidaklah signifikan, yang penting JSA itu mudah dipahami oleh pelaku pekerjaan. Memang sih ada kaidah2 dalam penulisan JSA seperti harus menggunakan kata kerja aktif yang dimulai dengan kata “Me-“. Mengenai potensi bahaya tidak wajib harus ditulis sedetail mungkin, walaupun itu lebih bagus. Namun yang terpenting si pelaku pekerjaan sudah memahaminya potensi bahaya apa saja yang bisa terjadi. Begitu juga dengan pengendalian yang ditulis.
Singkat cerita. JSA akan jadi sebuah momok apabila dalam mindset berfikir kita terlalu sempurna, seperti masalah redaksionalnya, masalah langkah yang harus dimulai dan diakhiri seperti apa, kalimat pengendalian yang harus ada “pastikan” dlsb. Oleh karena itu, mulai sekarang rubah mindset berfikir kita harus lebih terbuka.
bersambung..