Safety, Bukan Sekedar Profesi
Kurang lebih ada 10 perguruan tinggi di Indonesia yang di dalamnya terdapat jurusan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Mulai dari jenjang diploma, sarjana sampai pasca sarjana. Sebagai permisalan, jika satu perguruan tinggi meluluskan rata-rata 50 mahasiswa, maka tiap tahunnya sekitar 500 mahasiswa siap untuk bekerja sebagai profesi K3 di berbagai jenis industri. Namun, tidak semua lulusan K3 berprofesi sesesuai dengan bidang keilmuannya. Begitu juga tidak semua dari mereka bekerja di industri. Tidak sedikit dari mereka yang meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi untuk berprofesi sebagai pengajar seperti dosen, trainer dan konsultan.
Menjadikan K3 sebagai profesi, tuntutannya adalah harus mampu memberikan pemikiran berupa konsep promotif dan preventif agar sebuah kecelakaan dan penyakit akibat kerja tidak terjadi di tempat kerjanya. Hal ini dikarenakan salah satu tujuan adanya profesi sebagai K3 untuk itu.
Pada artikel ini penulis ingin berbagi pandangan tentang profesi sebagai K3. Penulis yakin, bahwa rekan-rekan yang sampai saat ini tetap bergelut dalam dunia K3 memiliki cara pandang yang berbeda terhadap profesi yang sedang dijalaninya. Umumnya mereka akan bekerja sesuai dengan job description yang diberikan dari perusahaan yang memperkerjakannya. Tidak lebih dari itu. Namun ada yang berpandangan sedikit berbeda (seperti penulis), bahwa K3 bukan sekedar profesi. Rasanya belum cukup jika hanya menjalankan apa yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan Job Desk yang diberikan. Lebih dari itu bahwa seorang praktisi K3 harus lebih menjiwai apa arti dari K3 bagi dirinya dan orang disekitarnya, terlebih lagi terhadap orang terdekat (keluarga).
Lebih menjiwai yang penulis maksud adalah bahwa kita tidak sekedar berupaya mengajak rekan kerja untuk berperilaku yang selamat sehingga terhindar dari ancaman bahaya dan risiko terjadinya kecelakaan kerja. Ini hanya perkara keselamatan di dunia. Akan lebih baik lagi jika kita mengajak mereka agar selamat di hari akhir (akhirat) juga. Seperti halnya doa yang sering kita baca yaitu “Robbanaa aatinaa findunyaa hasanah, wafil akhirati hasanha, waqinaa adzaabannaar” yang artinya “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa Neraka”. (QS. Al-Baqarah: 201). Kebaikan di dunia yang dimaksud dalam ayat di atas mencakup seluruh keinginan duniawi, baik berupa kesehatan, rumah yang lapang, istri yang cantik, rezeki yang melimpah, ilmu yang bermanfaat, amal shalih, kendaraan yang mewah, pujian dan selainnya (Tafsir Ibn Katsir 1/343). Sedangkan kebaikan di akhirat tentulah yang dimaksud adalah al-jannah (surga) karena mereka yang tidak dimasukkan ke dalam surga sungguh telah diharamkan untuk memperoleh kebaikan di akhirat (Tafsir ath-Thabari 1/553). Termasuk juga di dalamnya adalah rasa aman dari rasa takut ketika persidangan di hari kiamat dan kemudahan ketika segala amalan dihisab (Tafsir Ibn katsir 1/342).