Safety Leadership is NOT Safety Management

Assalamu’alaikum sobat..

Kurang lebih 4 bulan tidak posting artikel di blog ini. Insya Allah akan dirutinkan paling tidak 1 pekan sekali di setiap akhir pekan. Untuk pekan ini saya akan mengutip sebuah artikel yang ditulis oleh seorang peneliti dari US yang bernama Craig White. Beliau adalah seorang mahasiswa Doktor program Psikologi Organisasi/ Industri di Texas A&M University.

Topik yang ingin saya angkat adalah berkenaan dengan Safety Leadership atau Kepemimpinan Keselamatan. Rasanya sudah banyak artikel atau bahkan buku-buku yang menjelaskan tentang Safety Leadership, namun pada tulisan ini sedikit berbeda pembahasannya.

Umumnya secara definisi istilah kepemimpinan adalah proses interaksi antara pemimpin dan pengikut, dimana para pemimpin dapat memberikan pengaruh kepada pengikutnya untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila bicara tentang keselamatan, berarti seorang pemimpin mampu memberikan pengaruh tentang keselamatan kepada pengikutnya.

Safety leader (pemimpin keselamatan) tidak hanya menetapkan standar perilaku aman, lebih dari itu bahwa safety leader juga harus mampu memotivasi orang yang ada di sekitarnya untuk berperilaku aman. Seringkali ada kekeliruan mengartikan siapa itu safety leader? Apakah safety leader itu para atasan yang memiliki bawahan? Atau apakah safety leader itu miliknya bagian K3? Maka jawaban yang tepat adalah bahwa setiap individu karyawan di dalam organisasi bisa menjadi Safety Leader tanpa melihat dari struktur organisasi yang ada.

Dalam struktur organisasi, seorang manager memiliki pengaruh yang resmi terhadap bawahannya, sementara kepemimpinan adalah kegiatan sukarela dimana seorang individu memiliki pengaruh sosial terhadap rekan kerja dengan menetapkan contoh perilaku yang sesuai untuk memperoleh tujuan bersama dan perubahan positif dalam organisasi. Belum tentu seorang manager dapat menjadi seorang pemimpin, kecuali ada usaha yang sadar untuk melakukan kedua peran secara efektif.

Adalah sebuah kesalahpahaman apabila Safety Leadership hanya untuk mereka yang berada dalam level manajemen puncak (top management). Misalnya OSHA (Occupational Safety and Health Administration) mengembangkan model 5-STARS tentang Safety Leadership, yaitu Supervision (pengawasan), Training (pelatihan), Accountability (tanggung gugat), Resources (sumber daya) and Support (dukungan).

Supervision

Mengawasi aktivitas pekerjaan untuk memastikan karyawan aman.

Training

Melakukan pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan

Accountability

Memastikan setiap karyawan harus mematuhi kebijakan dan peraturan keselamatan perusahaan.

Resources

Menyediakan sumber daya fisik (peralatan, perlengkapan, bahan) sehingga karyawan dapat bekerja aman.

Support

Menciptakan lingkungan kerja yang mendukung psikososial (jadwal, beban kerja, pengakuan/ penghargaan) sehingga karyawan tidak bekerja di bawah tekanan berlebihan.

Dari kelima poin di atas merupakan peran dari manajemen pada organisasi, namun setiap individu dalam organisasi dapat menjadi seorang safety leader jika mereka mau. Organisasi dapat memiliki safety leader di setiap tempat kerja, setiap departemen, setiap tim kerja, dll di seluruh tingkat hirarki struktural jika mereka ingin menciptakan Safety Culture (budaya keselamatan) yang kuat dan mengarah ke peningkatan kinerja keselamatan.

Dengan demikian, manajemen harus bangga pada karyawan mereka bahwa safety leader adalah siapa saja yang cukup peduli tentang keselamatan untuk diri mereka sendiri dan orang lain sehingga bebas dari bahaya atau cedera melalui bimbingan, persuasi, arah, dan pemberian contoh. Safety leader tidak mempengaruhi orang lain melalui kekuatan, status, atau wewenang akan tetapi mereka menunjukkan semangat keselamatan tinggi dan menginspirasi rekan kerja mereka untuk melakukan hal yang sama melalui tindakan mereka.

Leadership (kepemimpinan) bukan tentang atribut individu, melainkan perilaku mereka. Hanya karena seorang karyawan tidak karismatik tidak berarti bahwa ia tidak dapat menjadi safety leader. Safety leader menunjukkan berbagai perilaku yang secara tidak sengaja mempengaruhi rekan kerja untuk meningkatkan kepedulian mereka terhadap keselamatan, seperti:

  • Menjadi contoh, dengan mengetahui dan mengikuti aturan
  • Melaporkan jika ada kondisi bahaya, pelanggaran, dan insiden
  • Menjaga komunikasi terbuka dengan rekan kerja dan manajemen tentang masalah keselamatan
  • Menerapkan perubahan untuk meningkatkan keselamatan dan kondisi kerja
  • Mendorong rekan kerja untuk menunjukkan perilaku yang aman
  • Menampilkan rekan kerja dengan penghargaan atas pekerjaan yang aman dilakukan dengan baik
  • Membuat rekan kerja menyadari bahwa perilaku yang tidak aman adalah tidak dapat diterima
  • Terlibat dalam inisiatif keselamatan dan komite

Meskipun ini terlihat sesuatu yang sangat berat, mungkin bisa jadi beberapa karyawan menghindarinya. Harus disadari bahwa para safety leader memiliki tanggung jawab yang besar terhadap dirinya juga rekan kerjanya. Safety leader lebih peduli terhadap lingkungan mereka dan selalu untuk mengambil tindakan yang benar dan aman berdasarkan pelatihan dan pengalaman. Manajemen harus mendukung keputusan yang dibuat oleh para safety leader dan memberdayakan mereka dalam membimbing orang lain untuk kinerja keselamatan yang kuat.

Are you ready to be a Safety Leader?

-site adaro kelanis-

Spread the love