Hazard Control: Personal Protective Equipment (PPE)

PPE (Personal Protective Equipment) atau Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu hirarki pengendalian bahaya yang posisinya berada paling akhir sebagai pilihan untuk digunakan. Biasanya pengawas ketika diminta untuk menyebutkan jenis pengendalian apa yang harus dilakukan ketika membuat suatu analisa bahaya maka jawabannya adalah APD. Kenapa APD sering disebut? karena paling mudah dan tidak perlu berfikir panjang.
Kalimat “mudah dan tidak perlu berfikir panjang” sepertinya perlu dikritisi. Memang secara logis jika ada pertanyaan: “Apa pengedaliannya jika ada bahaya debu atau partikel di lingkungan kerja?”, jawabannya adalah: “Gunakan respirator!”. Selesaikah perkara tersebut? belum. Karena respirator jenis apa yang harus digunakan. Sama halnya dengan penggunaan sarung tangan. Banyak jenis sarung tangan yang digunakan sesuai dengan karakteristik dari bahaya yang dihadapi. Mudah disebut, tapi tidak mudah untuk menyebutkan jenisnya. Tidak perlu berfikir panjang, namun perlu difikirkan jenis APD apa yang paling tepat untuk pekerjaan yang akan dilakukannya.
Plus minus dalam penggunaan APD sebagai kontrol bahaya diantaraya:
  1. Pengendalian bahaya yang kurang efektif, karena bisa saja pekerja tidak tahu cara penggunaannya, sehingga fungsi dari APD tersebut tidak optimal dan bagi karyawan yang “bandel” ada kemungkinan tidak menggunakanya saat pengawas tidak ada.
  2. Semakin nyaman digunakan semakin mahal harganya dan sebaliknya semakin murah maka semakin tidak nyaman digunakan.
  3. Diperlukannya pelatihan mengenai tata cara penggunaan dan perawatan APD yang digunakan. Perusahaan bisa kehilangan cost yang besar jika karyawan tidak peduli terhadap perawatan APD yang diberikan secara cuma-cuma, apalagi jika APD tersebut bernilai tinggi harganya.
  4. Untuk melihat sejauh mana komitmen perusahaan untuk melindungi karyawannya dari bahaya pekerjaannya yang dilakukan sekaligus pemenuhan terhadap peraturan perundangan.
Di negeri kita Indonesia, tentang APD diatur di dalam peraturan menteri tenaga kerja yaitu PerMen Nakertrans No. 08 tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri.
Sedikit akan kita bahas poin-poin penting yang ada di dalam peraturan menteri tersebut.
  1. Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja
  2. APD harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku.
  3. APD wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma.
  4. APD wajib digunakan di tempat kerja di mana dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan dan semua tempat dan kondisi dimana terdapat bahaya.
  5. Pengusaha atau Pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan memasang ramburambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat kerja.
  6. Pekerja/buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan apabila APD yang disediakan tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan.
  7. Manajemen APD meliputi: identifikasi kebutuhan dan syarat APD; pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh; pelatihan; penggunaan, perawatan, dan penyimpanan; penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan; pembinaan; inspeksi; dan evaluasi dan pelaporan.
  8. APD yang rusak, retak atau tidak dapat berfungsi dengan baik harus dibuang dan/atau dimusnahkan.

Demikian sedikit pembahasan mengenai APD yang merupakan salah satu kontrol pengendalian bahaya. Mengenai apa saja fungsi dan jenis APD dapat dilihat pada peraturan tersebut.

Semoga bermanfaat.
Spread the love