Milenial, Keren atau Berisiko? (Bag ke 2)
Assalamu’alaikum sobat..
Melanjutkan tulisan sebelumnya yakni Milenial, Keren atau Berisiko? Pada bagian kedua ini adalah membahas 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan (menurut penulis) jika kita menginginkan generasi atau wong milenial ini selain maju, modern namun tetap aman (safe), diantaranya:
1. Merubah Pola Pikir (Change of mindset)
Pola pikir (mindset) adalah fondasi seluruh tindakan seseorang. Bagaimana seseoang mengambil keputusan, mengapa mengambil keputusan tertentu dan bukan opsi lain, alasan-alasan apa saja yang melatar-belakangi keputusan tersebut. Ini semua dipengaruhi bahkan didikte oleh pola pikir yang terbentuk dalam pikiran kita. Pembentukan mindset seseorang didominasi oleh sumber informasi yang diterimanya. Informasi bisa berbentuk komunikasi aktif maupun komunikasi pasif seperti tulisan-tulisan atau gambar-gambar yang secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir seseorang. Namun yang paling efektif adalah informasi yang disampaikan secara langsung oleh orang yang memiliki pengaruh. Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Dr. Edward de Bono seorang pelopor di bidang berpikir kreatif dan terobosan inovasi yang mengatakan bahwa pola pikir adalah akumulasi informasi yang masuk ke dalam pikiran dan informasi ini membentuk kerangka berpikir dengan sendirinya.
Penerapan mindset di dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) adalah bagaimana seorang pekerja berfikir bahwa semua tindakan yang tidak aman akan mendatangkan sebuah risiko. Sebagai contoh sebuah pelanggaran terhadap aturan atau prosedur kerja. Oleh karena itu sangat diperlukan sarana atau media yang dapat merubah pola pikir pekerja.
2. Tidak Ada Toleransi (No tolerance)
Ketika pola pikir selamat (safety mindset) sudah terbentuk dan menyadari bahwa perilaku yang tidak aman berpontensi mendatangkah risiko, maka tidak ada sedikitpun sikap toleransi terhadap suatu kemungkinan terjadinya sebuah kerugian (loss) itu terjadi seperti insiden. Salah satu penyebab terjadinya insiden adalah karena banyaknya toleransi terhadap penerapan K3 seperti longgarnya aturan kerja, sistem yang tidak jelas, rasa tidak enak terhadap rekan kerja atau lainnya. Disaat seorang pengawas banyak memberikan toleransi terhadap pekerja terutama pada pekerjaan yang berisiko tinggi sama saja seorang pengawas tersebut sedang menyiapkan ‘lubang kubur’ untuk pekerjanya.
3. Saling Peduli dan Memberikan Pengaruh (Care and Influence)
Pola pikir yang selamat dan sikap tidak ada toleransi di dalam keselamataan kemudian dibarengi dengan saling peduli merupakan bagian dari budaya K3. Tidak ada satupun pekerja menginginkan insiden terjadi terhadap dirinya maupun rekan kerjanya. Saling peduli dan mempengaruhi diantara sesama pekerja akan membuat tempat kerja menjadi kondusif. Pencapaian zero incident dan meningkatnya produktifitas kerja akan mudah dicapai.
Intinya bahwa hidup di zaman yang serba digital bukan berarti risiko terjadinya insiden berkurang atau tidak ada, bahkan sebaliknya risiko terjadinya insiden bisa lebih besar jika tidak disikapi dengan benar dan bijak. Teknologi yang maju harus dimanfaatkan dan digunakan untuk meningkatkan proses pekerjaan yang aman.
Semoga Bermanfaat.
Ditulis pada hari Kamis, 17 Ramadhan 1439 H
Di rumah Slipi Jakarta Barat