Syirik Tidak Kenal Nabi dan Orang Shalih

16 Rabiul Awal 1440 H
Masjid Ar-Rahmat Slipi JakBar
Ust. Mizan Qudsiyah

Syirik tidak kenal nabi dan orang shalih. Bab ini adalah membatalkan syubhat yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin. Para Nabi dan orang shalih sendiri butuh kepada Allah. Sesuai dengan ayat yang ada di dalam surat Al-Ikhlas yakni “Allahu Ash-Shamad”.

Dalil 1
Nabi Ibrahim (‘Ibrāhīm):11 – Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.

Para Nabi dan Rasul adalah manusia biasa. Tidak ada hak untuk diibadahi.

Tafsir Ibnu Katsir:
“Ayat ini turun ketika kaum-kaumnya membangkang dan mereka meminta bukti. Kerasulan adalah pilihan Allah.”

Penjelasan ayat:

  1. Sifat para Nabi dan Rasul bahwasanya mereka adalah hamba Allah dan utusan Allah. Maksud Abdullah adalah hamba yang tidak berhak disembah dan Rasul tidak boleh didustakan.
  2. Perkara tanda-tanda azab, ancaman dan lainnya adalah hanya milik Allah.

Dalil 2
Jamuan (Al-Mā’idah):75 – Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).

Nabi Isa adalah Rasul dari Bani Israil. Nabi Isa lahir di Baitu Lahb Palestina. Nabi Isa dengan Rasul-rasul yang lain statusnya sama yakni manusia.

Faidah ayat:

  1. Nabi Isa dan para Rasul tidak memiliki keistimewaan apapun, melainkan mereka adalah hamba dan Rasul Allah.
  2. Nabi Isa beserta ibunya membutuhkan makan dan minum seperti orang lain. Maka bagaimana mungkin mereka berhak untuk disembah.
  3. Nabi Isa disebut oleh Allah Ibnu Maryam. Hal ini membatalkan sangkaan bahwa dia adalah anak Tuhan. Juga tidak disandarkan kepada bapak. Ini untuk membatalkan orang Yahudi yang memfitnah Isa anak zina.

Baca juga: Apapun Sembahannya Tetap Musyrik

Dalil 3
Tempat yang tertinggi (Al-‘A`rāf):188 – Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”.

Faidah ayat:

  1. Kerasulan Nabi Muhammad dan penghambaan beliau kepada Allah. Tidak memiliki kewenangan memberikan manfaat dan kemudharatan dan tidak mengetahui hal yang ghaib.
  2. Mengaku mengetahui hal ghaib adalah kekufuran. Ini adalah hak Allah.

Dalil 4
Rombongan-rombongan (Az-Zumar):30 – Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). Rombongan-rombongan (Az-Zumar):31 – Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Tuhanmu.

Faidah ayat:

  1. Nabi Muhammad pasti mati sebagaimana manusia biasa. Jika Nabi mati maka tidak layak kita bergantung pada yang mati.
  2. Ayat ini menerangkan kebenaran Tauhid dan kebathilan syirik.

Dalil 5
Cerita (Al-Qaşaş):56 – Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.

Penjelasan ayat:
Hanya Allah saja yang bisa memberikan hidayah taufik kepada manusia. Hidayah Irsyad wa Bayan adalah memberikan petunjuk kepada manusia tentang yang benar dan salah. Siapapun bisa. Sedangkan Hidayah Taufiq hanya Allah yang bisa menunjukan hati manusia untuk berpegang teguh terhadap hidayah tersebut.

Faidah ayat:

  1. Hidayah taufik untuk menunjukan hati berpegang kepada kebenaran hanya milik Allah. Jika demikian, maka Nabi tidak berhak untuk dimintai petunjuk.
  2. Petunjuk memegang teguh kebenaran adalah nikmat terbesar. Karena semata-mata itu pilihan Allah.

Dalil 6
Dari Sa’id bin Hujn, dia berkata: “Ketika menjelang wafatnya Abu Tholib, Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam mendatanginya dan ternyata sudah ada Abu Jahal bin Hisyam dan ‘Abdullah bin Abu Umayyah bin Al Mughirah. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam berkata, kepada Abu Tholib: “Wahai pamanku katakanlah laa ilaaha illallah, suatu kalimat yang dengannya aku akan menjadi saksi atasmu di sisi Allah”. Maka berkata, Abu Jahal dan ‘Abdullah bin Abu Umayyah: “Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan meninggalkan agama ‘Abdul Muthalib?”. Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam terus menawarkan kalimat syahadat kepada Abu Tholib dan bersamaan itu pula kedua orang itu mengulang pertanyaannya yang berujung Abu Tholib pada akhir ucapannya tetap mengikuti agama ‘Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah. Maka berkatalah Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam: “Adapun aku akan tetap memintakan ampun buatmu selama aku tidak dilarang”. Maka turunlah firman Allah subhanahu wata’ala tentang peristiwa ini: (“Tidak patut bagi Nabi …”) dalam QS AT-Taubah ayat 113). [HR. Bukhari no. 1360 dan Muslim no. 141]

Faidah hadist:

  1. Bukti yang sangat agung dari bukti-bukti Tauhid.
  2. Kunci surga hanya ada pada kalimat Tauhid.
  3. Dakwah tauhid harus diulang-ulangi.
  4. Hadist ini membantah keislaman Abu Thalib dan Abdul Muththalib.
  5. Haramnya mendoakan kebaikan bagi orang kafir selama hidupnya kecuali doa hidayah.
  6. Keselamatan hanya pada iman dan amal shalih serta memurnikan Tauhid bukan pada kedudukan atau nasab.
  7. Agungnya pemberian Allah berupa pemberian hidayah bagi kita tanpa ada usaha besar dari kita.
  8. Abu Jahal dan orang musyrik zaman dulu lebih paham makna Tauhid dibanding orang zaman sekarang.
  9. Bahayanya mengikuti nenek moyang atau adat istiadatnya apabila sudah jelas menyelisihi syariat dan paling buruk adalah yang menyelisihi Tauhid.

Dalil 7
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas, bahwa gigi geraham Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pecah ketika perang Uhud, dan kepala beliau juga terluka hingga mengalirkan darah, beliau lalu bersabda: “Bagaimana mungkin suatu kaum akan beruntung, sedangkan mereka melukai nabinya dan mematahkan gigi gerahamnya.” Oleh karena itu beliau memohon kepada Allah untuk mengutuk mereka, lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat: ‘(Kamu tidak memiliki wewenang apa-apa terhadap urusan mereka…) ‘ (Qs. Ali Imran: 128). [HR. Bukhari no. 4068 dan Muslim no. 1791]

Faidah hadist:

  1. Apa saja yang menimpa Rasul berupa kemudharatan perang uhud, nabi tidak bisa menolak.
  2. Menetapkan bahwa Nabi mendapatkan ujian yang besar dan mendapatkan pahala yang besar.

Dalil 8
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abdullah As Sulami telah mengabarkan kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Az Zuhri telah menceritakan kepadaku Salim dari Ayahnya bahwa dia mendengar saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari rukuk di rakaat terakhir shalat shubuh, beliau mengucapkan: “Ya Allah, laknatlah fulan, fulan dan fulan, ” yaitu setelah beliau mengucapkan: “Sami’allahu liman hamidah, rabbanaa walakalhamdu.” Setelah itu Allah menurunkan ayat: ‘(Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu -hingga firmanNya- Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim) ‘ (Qs. Ali Imran: 128). Dan dari Hanzhalah bin Abu Sufyan aku mendengar Salim bin Abdullah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendo’akan (kejelekkan) kepada Shofwan bin Umayyah, Suhail bin ‘Amru dan Harits bin Hisyam, lalu turunlah ayat: ‘(Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu -hingga firmanNya- Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim) ‘ (Qs. Ali Imran: 128). [HR. Bukhari no. 4069]

Faidah hadist:

  1. Keputusan bagi seluruh hamba hanya ada di tangan Allah. Manusia yang paling jelek adalah yang membunuh Nabi dan yang dibunuh Nabi.
  2. Rasulullah hanya mengeluh kepada Allah.
  3. Sunnah-nya qunut nazilah. Ada perbedaan mesti ada izin dari penguasa atau tidak.

Dalil 9
Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy berkata telah bercerita kepadaku Sa’id bin Al Musayyab dan Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri ketika turun turun QS asy-Syu’ara’ ayat 214 yang artinya: (“Dan berilah peringatan kepada keluarga-keluargamu yang terdekat”), Beliau berseru: “Wahai Kaum Quraisy” atau ucapan semacamnya, peliharalah diri kalian karena aku tidak dapat membela kalian sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Bani ‘Abdi Manaf, aku tidak dapat membela kalian sedikitpun di hadapan Allah. Wahai ‘Abbas bin ‘Abdul Muthallib aku tidak dapat membela kamu sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Shofiyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat membela kamu sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Fathimah putri Muhammad, mintalah kepadaku apa yang kamu mau dari hartaku, sungguh aku tidak dapat membela kamu sedikitpun di hadapan Allah”. Hadits ini ditelusuri oleh Ashbagh dari Ibnu Wahb dari Yunus dari Ibnu Syihab. [HR. Bukhari no. 2753]

Faidah hadist:

  1. Rasul tidak punya kuasa menyelamatkan kerabat dekatnya dari api neraka.
  2. Dakwah dimulai dari kerabat.
  3. Untuk menyelamatkan diri dari api neraka dan masuk surga adalah dengan Tauhid dan mengimani serta ittiba kepada Rasul.
  4. Manusia paling dekat dengan Rasul adalah orang yang bertauhid dan berittiba.
  5. Bagaimana rasul memerintahkan keluarganya untuk bergantung kepada Allah, bukan kepada dirinya baik nasab maupun kedekatan dengan beliau.

Dalil 10
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A’masy dari Ibrahim At Taimi dari Al Harits bin Suwaid dia berkata; Abdullah bin Mas’ud berkata; Aku pernah menjenguk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika itu beliau sedang menderita rasa sakit yang sangat berat, lalu aku memegang beliau sambil berkata; “Wahai Rasulullah, sepertinya anda sedang menderita sakit yang sangat berat, ” beliau menjawab: “Benar, rasa sakit yang menimpaku ini sama seperti rasa sakit yang menimpa dua orang dari kalian.” Kataku selanjutnya; “Sebab itu anda mendapatkan pahala dua kali lipat.” Beliau menjawab: “Benar, ” kemudian beliau bersabda lagi: “Tidaklah seorang muslim yang menderita sakit atau yang lain, melainkan Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan dedaunannya.” [HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571]

Faidah hadist:

  1. Rasul tidak bisa menolak penyakit dari dirinya apalagi untuk orang lain.
  2. Para Nabi terkena ujian seperti penyakit. Dengan demikian Allah memberikan pahala besar dan sebagai contoh kepada yang mengikutinya.

==SEMOGA BERMANFAAT==

Spread the love