Jangan Cuma Cari Dunia

Bab 36: Keinginan Dunia dan Akhirat

Beramal dengan amalan akhirat kemudian dengan berharap dunia, maka hal ini masuk dalam kategori syirik kecil (ashgar) atau sirik kecil tersembunyi.

Salah satu bentuknya adalah shodaqoh. Orang yang bershodaqoh ada yang tujuannya agar hartanya diganti di dunia. Kemudian ada orang yang berhaji supaya bisa mendapatkan harta atau berniaga dan seterusnya.

Baca Juga: Nikmat Yang Terdustakan

Bagaimana jika niatnya digabungkan seperti saya bersedekah supaya sehat dan dapat pahala. Saya berpuasa supaya sehat dan berpahala. Maka jawabannya ada tiga bentuk yaitu

  1. Dia beramal dengan tujuan akhirat tapi juga dapat manfaat dunia seperti berpuasa akan mendapatkan pahala dan masuk surga dari pintu Ar-Rayan. Selain itu mendapatkan manfaat kesehatan. Juga mandi di hari Jum’at, selain berharap pahala juga sekalian berangkat kerja. Maka hal ini tidak mengapa.
  2. Bertujuan akhirat dan mencari dunia yang telah diizinkan oleh syariat atau ada dalilnya. Sebagai contoh menikah supaya dapat anak yang akan mendoakannya setelah meninggal dunia. Nikah karena Allah merupakan amal shalih. Sebagai contoh lagi berjihad yang diikuti dengan mendapatkan harta rampasan perang. Kemudian contohnya lagi adalah silaturahim, selain karena syariat namun ada keutamaan yaitu diperpanjang umurnya dan rizkinya diluaskan.
  3. Berniat amalan akhirat dibarengi dengan amalan dunia, namun tidak diizinkan oleh syariat. Contoh menuntut ilmu syar’i kemudian niatnya agar menjadi pegawai, supaya dapat menjadi Imam. Menjadi tukang adzan agar mendapatkan gaji dll. Ini merusak keikhlasan.

Bagaimana caranya agar ketiga amalan ini menjadi ikhlas? Jawabannya, laksanakan amalan-amalan ini karena Allah dan ambil dunia ini supaya membantu kita ikhlas. Contoh menuntut ilmu, dapat ijazah kemudian mengajar dan dapat gaji. Gaji tersebut dimanfaatkan untuk kita lebih semangat dalam beriadah. Intinya ambil manfaatnya untuk lebih semangat dalam beribadah kepada Allah.

Kemudian di bawah ini adalah dalil tentang celaan kepada manusia yang melakukan amalan dengan tujuan mencari dunia.

Dalil 1

Nabi Hud:15 – Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.

Nabi Hud:16 – Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.

Perhiasan terbaik di dunia adalah istri yang shalihah. Ayat ini turun kepada orang-orang kafir. Namun pelajaran bagi orang Islam.

Barang siapa yang beramal akhirat dengan tujuan dunia, maka batillah apa ayang mereka perbuat.

Pelajaran Ayat:

  1. Bahayanya mencari harta dunia menggunakan amalan akhirat.
  2. Anjuran untuk beramal semata-mata untuk mencari wajah Allah. Karena apa yang dicari karena Allah maka dunia akan mengikutinya.

Dalil 2

Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Berilah kabar gembira bagi umat ini dengan kejayaan, kedudukan yang tinggi, agama, pertolongan, dan kedudukan yang kokoh di muka bumi ini.” Dan beliau ragu-ragu yang ke enam, beliau melanjutkan: “Barang siapa diantara mereka mengerjakan amalan akhirat untuk meraih dunia, maka di Akhirat dia tidak akan mendapatkan bagian.” (HR. Ahmad no. 21220 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)

Pelajaran hadist:

  1. Menghendaki dunia serta perhiasannya dengan melaksanakan amal-amal akhirat, ini menghancurkan pahala akhirat.
  2. Setiap amalan akhirat tidak diinginkan dengannya wajah Allah, maka amalan itu bathil atau sia-sia.
  3. Kabar gembira bagi umat Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dengan kemenngan da kejayaan namun dengan syarat ikhlas.

Dalil 3

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Sallallhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Binasalah hamba dinar, dirham, kain tebal dan sutra, jika diberi maka ia ridha jika tidak diberi maka ia mencela. Binasalah dan merugilah ia, jika tertusuk duri maka ia tidak akan terlepas darinya. Beruntunglah hamba yang mengambil tali kendali kuda fii sabilillah, rambutnya kusut dan kakinya berdebu. Jika ia menjaga maka ia benar-benar menjaga, jika ia berada dibarisan belakang maka ia benar-benar menjaga barisan belakang, jika ia meminta izin maka ia tidak akan diberi izin, jika ia menengahi maka penengahannya tidak diterima” (karena menghindari riya’ dan pamer dan tidak punya ambisi apapun). (HR. Bukhari No. 2887)

Pelajaran hadist:

  1. Siapa yang hatinya bergantung dengan dunia, kalau ada dia senang, kalau tidak ada marah. Inilah hamba dunia. Jika ada niatnya seperti ini pada umat Islam, maka jatuhnya adalah sirik kecil.
  2. Nabi mendoakan hamba-hamba dunia dengan kecelakaan. Tidaklah Nabi mendoakan kejelekan melainkan hal tersebut adalah perbuatan tercela.
  3. Celaan bagi orang-orang yang beramal karena dunia dan pujian bagi mereka yang beramal untuk akhirat.

Bab 37: Menafikan Pengagungan Kepada Allah

Maksud dari bab ini adalah ancaman bagi orang-orang yang memakai bahasa yang meniadakan keagungan Allah Ta’ala.

Dalil 1

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Sesungguhnya nama yang terburuk di sisi Allah Ta’ala ialah nama “Malikul Amlak” (Maha Raja Diraja); Ibnu Abu Syaibah menambahkan dalam riwayatnya; Tidak ada Raja selain Allah Azza wa Jalla. Al Asy’atsi berkata; Sufyan berkata seperti ‘Syahan Syah’ (Raja Diraja, persia). Dan Ahmad bin Hanbal berkata; Aku bertanya kepada Abu Amru mengenai arti ‘Akhna’ dia menjawab; Artinya adalah ‘Audha’ (paling buruk, paling rendahan, paling jorok). (HR. Bukhari no. 6206 dan Muslim No. 2143 dan Lafazh milik Imam Muslim)

Pelajaran hadist:

  1. Larangan untuk memberikan nama dengan kata-kata Maha Diraja atau Rajanya para Raja dan seluruh kata-kata yang menunjukan puncak pengagungan.
  2. Tidak boleh kita memberi nama dengan nama yang spesial dari Allah, kecuali dinarengi dengan kata Abdun (hamba) seperti Abdullah, Abdul Aziz.

Dalil 2

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kalian berkata, ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau berkenan. Ya Allah, rahmatilah aku jika Engkau berkenan. Ya Allah, berilah aku rejeki jika Engkau berkenan’. Hendaklah ia serius dalam permintaannya, sebab Allah bisa melakukan apa saja sekehendak-Nya dan sama sekali tak ada siapapun yang bisa memaksanya.” (HR. Bukhari no. 4744 dan Muslim No. 2679). Lafazh milik Imam Bukhari, dalam Riwayat Imam Muslim: Apabila salah seorang dari kalian berdoa, janganlah mengatakan, “Ya Allah, ampunilah aku jika kau kehendaki”, namun bersungguh-sungguhlah dalam meminta, dan besarkanlah harapan. Karena benar-benar tidak ada sesuatu yang berat untuk Allah berikan.

Pelajaran hadist:

  1. Haramnya menggantungkan doa atau permintaan itu kepada kehendak Allah Ta’ala. Alasannya adalah seolah-olah Allah ada yang memaksa diri-Nya.
  2. Memerintahkan kita untuk berdoa dan yakin serta pasti akan dijawab oleh Allah. Jika belum dijawab, maka periksa kembali diri kita.
  3. Hendaklah doa itu diulang-ulangi. Hal ini menunjukan diri kita butuh dan Allah akan memberikan.

Dalil 3

Dari ‘Abdullah berkata, “Jika kami shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kami mengucapkan: “ASSALAAMU ‘ALAALLAH MIN ‘IBAADIHIS SALAAMU ‘ALAA FULAAN WA FULAAN (Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada Allah dari hamba-hamba Nya, dan semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada si anu dan si anu) ‘. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian mengucapkan: ‘ASSALAAMU ‘ALAALLAH (Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada Allah) ‘, karena sesungguhnya Allah, Dialah As-Salaam. (HR. Bukhari no. 835 dan Muslim No. 402)

Pelajaran hadist:

  1. Larangan ucapan ketika tasyahud dan dimanapun seperti pada hadist di atas.
  2. Diantara nama Allah adalah As-Salam dan boleh memberi nama anak dengan Abdul Salam.
  3. Niat baik seseorang yang berbicara tidak menutup jalan untuk mengingkari jalannya jika menyelisihi syariat.

Dalil 4

Dari Jundab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bercerita: “Pada suatu ketika ada seseorang yang berkata; ‘Demi Allah, sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni si fulan.’ Sementara Allah berfirman: ‘Siapa yang bersumpah dengan kesombongannya atas nama-Ku bahwasanya Aku tidak akan mengampuni si fulan? Ketahuilah, sesungguhnya Aku telah mengampuni si fulan dan telah memutuskan amal perbuatanmu.” Kurang lebih begitulah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Muslim no. 2621)

Pelajaran hadist

  1. Haramnya kita bersumpah atas Allah untuk mempersempit rahmat Allah Ta’ala.
  2. Wajibnya memperhatikan adab yang baik kepada Allah terutama pada ucapan dan sikap.
  3. Amalan seorang hamba bisa saja hancur gara-gara satu kalimat yang tidak difikirkan kalau itu menghancurkan.

SELESAI
SEMOGA BERMANFAAT

Ditulis pada tanggal 28 Muharram 1441H
Di Masjid Ar-Rahmat Slipi JakBar
Pemateri Ust. Mizan Qudsiyah Lc. MA

Spread the love