Ngalap Berkah Dalam Timbangan Islam

Dalam pembahasan ini yaitu ngalap berkah dalam timbangan Islam terbagi menjadi dua tema yaitu termasuk syirik tabarruk dengan batu, pohon dan selainnya dan Thiyaroh termasuk kesyirikan.

BAB 29
Termasuk Syirik Tabarruk Dengan Batu, Pohon dan Selainnya

Dalam kesehariannya manusia berada dalam 3 keadaan atau kondisi, yaitu:

  1. Jika mereka tidak bertauhid, maka mereka dalam keadaan berbuat syirik.
  2. JIka mereka tidak mengikuti Sunnah, maka mereka dalam keadaan berbuat bid’ah.
  3. Jika mereka tidak dalam ketaatan, maka mereka dalam keadan berbuat maksiat

At-Tabarruk atau mencari barokah. Kaidahnya bahwa barokah datangnya hanya dari Allah. Mencari barokah ada 2 macam yaitu mencari barokah yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.

1. Mencari barokah yang diperbolehkan. Memiliki 3 syarat diantaranya:

  • Dalil sudah menetapkan bahwa sesuatu tersebut adalah barakah. Dalilnya sebagai berikut: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-‘Isrā’:1)
  • Cara mencarinya dengan didasarkan oleh dalil. Contoh sholat di Masjidil Aqsha, Nabawi dan Al-Haram ada keutamaan di dalamnya.
  • Dia sebagai sebab, bukan sebagai pemberi barakah, karena yang memberi barokah adalah Allah.

Jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka tidak masuk ke dalam larangan.

2. Pencarian barokah yang tidak diperbolehkan ada 2 macam yaitu yang mengandung Syirik akbar (besar) dan Syirik asghar (kecil).

Jikalau tempat, barang atau benda apapun yang tidak adanya dalil tentang keberkahannya dan kemudian jika seseorang meyakini ada sebab dari sesuatu tersebut maka jatuh ke dalam syirik besar.

Baca juga: Syirik di Depan Mata

Dalil 1

Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Abdurrahman Al Makhzumi telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri dari Sinan bin Abu Sinan dari Abu Waqid Al Laitsi, saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pergi ke Hunain, beliau melintasi sebuah pepohonan kaum musyrikin bernama Dzat Anwath, mereka biasa menggantungkan persenjataan mereka di pohon itu, para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, buatkan kami Dzat Anwath seperti milik mereka, lalu nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Subhaanallaah, ini seperti yang dikatakan kaum Musa: Buatkan kami ilah seperti ilah-ilah mereka. demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, kalian akan melakukan perilaku-perilaku orang sebelum kalian.” Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan shahih. Abu Abu Waqid Al Laitsi namanya Al Harits bin ‘Auf dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah. (HR. Tirmidzi no. 2180)

Faidah hadist:

  1. Pencarian barokah yang tidak boleh atau yang mengandung kesyirikan dilakukan pertama kali oleh orang-orang musyrikin. Mereka tabarruk dengan pohon bidara.
  2. Bahayanya menyerupai orang-orang musyrikin.
  3. Wajib mengingkari perkara-perkara syirik meskipun baru masuk Islam namun dengan hikmah atau dalil.
  4. Orang Islam bisa jatuh ke dalam syirik tanpa sadar. Oleh karena itu wajibnya mempelajari Tauhid.
  5. Teks dan ucapan ketika heran adalah “subhanallah”.

Dalil 2

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Al A’masy dari Ibrahim dari ‘Abis bin Rabi’ah dari ‘Umar radliallahu ‘anhu bahwa dia mendatangi Hajar Al Aswad lalu menciumnya kemudian berkata: “Sungguh aku mengetahui bahwa kamu hanyalah batu yang tidak bisa mendatangkan madharat maupun manfa’at. Namun kalau bukan karena aku telah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menciummu tentu aku tidak akan menciummu”. (HR. Bukhari no. 1597 dan Muslim no. 1270)

Faidah hadist:

  1. Mencium hajar aswad atau mengusapnya adalah syariat Allah dan mengikuti sunnah nabi, bukan mencari barokah dan bukan pula mengagungkan batu.
  2. Asal ibadah itu berhenti pada dalil. Hukum agama yang penting adalah dalil dan tidak wajib untuk mengetahui hikmahnya.
  3. Shahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak pernah menyisakan suatu ruang melainkan mereka sudah menjelaskan Tauhid dan menutup celah syirik.

Dalil 3

Dari Al-Ma’mur bin Suwaid rahimahullah berkata: Kami pergi Bersama Umar dalam sebuah perjalanan haji. Maka belau mengimami kami sholat fajar dengan membaca surat Al-Fiil dan surat Quraisy. Tatkala beliau radhiyallahu anhu melihat sebagain kaum muslimin bergegas mendatangi suatu tempat. Melihat hal itu, Umar bertana, “Tempat apa ini? Mereka menjawab, “Ini adalah masjid (tempat shalat) yang Nabi pernah melakukan sholat di dalamnya. Beliau Nabi berkata, “Beginilah ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) celaka, mereka menjadikan tempat-tempat peninggalan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah. Barang siapa diantara kalian kedatangan sholat pada tempat tersebut, maka shalatlah. Jika tidak kedatangan shalat pada tempat tersebut, maka jangan sengaja mendatangi untuk sholat. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Musannafah no. 7633 yang dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany rahimahullah).

Faidah atsar:

  1. Umar radhiyallahu anhu melarang mencari jejak-jejak peninggalan Nabi dan dijadikan tempat-tempat ibadah.
  2. Mencari peninggalan-peninggalan Nabi dan menjadikan tempat ibadah adalah syiarnya orang Yahudi dan Nasrani.
  3. Para kholifah yang empat telah menjaga sisi-sisi Tauhid dan menutup celah-celah pintu kesyirikan.

BAB 30
Thiyarah Termasuk Kesyirikan

Di dalam Islam jika ada kebingungan dalam suatu perkara pilihan maka disunnahkan untuk melakukan istikharah. Tathayur sudah ada sejak zaman Nabi Musa dan Fir’aun. Dalilnya pada surat Al-‘A`rāf ayat 131 Allah berfirman: Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

Dalil 1

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepadaku Sufyan dari Salamah bin Kuhail dari Isa bin ‘Ashim dari Zir bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik -tiga kali-. Tidaklah di antara kita kecuali beranggapan seperti itu, akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakal.” (HR. Abu Dawud no. 3910, Tirmidzi no. 1614, Ibnu Majah no. 3538 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani).

Faidah hadist:

  1. Tathayur adalah syirik kecil sampai Nabi mengucapkan 3 kali.
  2. Tawakal dapat menghilangkan rasa pesimis di dalam hati.
  3. Apa yang terbetik di hati diawal-awal ketika ada burung, angka, kita tidak terpengaruh.

Dalil 2

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhri dia berkata; telah mengabarkan kepadaku ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah bahwa Abu Hurairah berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada thiyarah (menganggap sial pada sesuatu sehingga tidak jadi beramal) dan yang baik adalah Alfalu." Para sahabat bertanya; "wahai Rasulullah apakah Al falu itu?” beliau menjawab: “Yaitu kalimat baik yang di dengar oleh salah satu dari kalian.” (HR. Bukhari no. 5754 dan Muslim no. 2223)

Faidah hadist:

  1. Burung tidak punya pengaruh apapun dan bukan sebab apapun.
  2. Larangan untuk pesimis.
  3. Dianjurkan kita untuk optimis.

Dalil 3

Dari Muawiyyah bin Al-Hakam berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah kaum yang dekat dengan masa jahiliyah. Allah datang kepada kami dengan membawa Islam. Diantara kami ada orang-orang yang mendatangi dukun-dukun. Maka beliau bersabda: “Jangan datangi mereka!”. Aku berkata: “Diantara kami ada orang-orang yang berthatayyur.” Maka beliau bersabda: “Itu adalah sesuatu yang mereka dapatkan dalam hati mereka, maka jangan sampai perkara itu menghalangi mereka.” HR. Muslim no. 537

Faidah hadist:

  1. Pesimis yang terlarang adalah yang menghentikan kita dari keinginan kita.
  2. Dada dan hati kurang sreg namun tidak memperdulikannya maka tidak terjatuh dalam kesyirikan.
  3. Pesimis dengan burung dan lainnya serta mendatangi tukang ramal atau dukun maka ini kebiasaan jahiliyah.
  4. Hadist ini melarang mendatangi paranormal meskipun sekedar iseng.

SELESAI
SEMOGA BERMANFAAT

Ditulisa pada tangga 18 Syawal 1440H
Di Masjid Ar-Rahmat Slipi JakBar
Pemateri oleh Ustadz Mizan Qudsiyah Lc. MA

Spread the love