Akibat Para Pencela

Bab 40 : Mencela Allah Ta’ala Atau Mencela Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam atau Mengolok-olok Agama-Nya Termasuk Pembatal Tauhid.

Bab ini menjelaskan sebab datangnya murka dan siksa Allah bagi para pencela. Juga merupakan pembatal-pembatal yang paling buruk yakni mencela Allah dan Rasul-Nya. Hal ini bisa menghancurkan Tauhid baik luar maupun dalam.

Dalil 1

Pengampunan (At-Tawbah):65 – Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”

Pengampunan (At-Tawbah):66 – Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.

Faidah dari ayat ini:

  1. Bahayanya memperolok-olok perkara agama. Dalam masalah agama harus penuh penghormatan.
  2. Kafirnya orang-orang yang memperolok-olok Agama meskipun hanya sekedar main-main atau bercanda. Kebiasaan orang-orang yang mengolok-olok adalah kebiasaan dari orang munafik, sebagaimana pada Surat Al-Baqarah ayat ke 14 yang artinya: Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”.
  3. Tidak diterimanya alasan orang yang mengolok-olok meskpiun mereka hanya bermain-main.

Dalil 2

Dari Abdullah Ibnu Umar Radhiyallahu anhu berkata: “Berkatalah seorang laki-laki pada perang tabuk di dalam majelis; “Kami tidak pernah melihat orang-orang seperti halnya para pembaca Qur’an ini, dimana mereka adalah orang yang paling besar perutnya (rakus), paling dusta lisannya, dan paling pengecut bila bertemu dengan musuh. Maka berkatalah seseorang padanya: “Kamu dusta! Kamu adalah munafik. Sungguh, saya akan laporkan (kamu) kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. ” Maka sampailah ucapan tersebut kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, kemudian turunlah ayat di atas. Abdullah Ibnu Umar kemudian melanjutkan: “Maka aku lihat laki-laki tersebut bergantung di belakang unta Nabi, tersandung batu-batu, sambil berkata: “Ya Rasulullah, kami hanya main-main saja, tidak sungguh-sungguh.” Maka Rasulullah menjawab: “Apakah dengan Allah, Ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. At-Taubah: 65-66). (HR. Thabrani dalam tafsirnya (11/543) dan dishahihkan oleh Syaikh Muqbil Al-Wadi’i)

Faidah dari atsar ini:

  1. Atsar ini menjelaskan sebab turunya surat At-Taubah ayat 65-66.
  2. Mensifati Rasul dan para Shahabat seperti banyak makan, dusta, pengecut. Ini merupakan bagian dari memperolok-olok atau mencela. Jika mengolok-olok keshalihannya maka termasuk kekufuran, jika mengolok-olok pada jasad atau badannya maka termasuk keharaman.
  3. Sebab kekafiran mereka adalah memperolok-olok dan sebelumnya mereka adalah orang beriman.
  4. Merupakan asal hukum murtad dan seorang muslim bisa kafir gara-gara ucapan dan perbuatan.

Baca Juga: Jangan Kau Batalkan Tauhidmu

Dalil 3

Telah menceritakan kepada kami Abbad bin Musa Al Khuttali berkata, telah mengabarkan kepada kami Isma’il bin Ja’far Al madani dari Isra’il dari Utsman Asy Syahham dari Ikrimah ia berkata, Ibnu Abbas pernah bercerita kepada kami; “Seorang laki-laki buta mempunyai Ummul Walad (budak wanita yang dijadikan isteri) yang menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ia benar-benar telah melakukannya (penghinaan). Laki-laki itu melarang dan mengancamnya namun ia tidak berhenti dan ia terus melarangnya namun wanita itu tidak menggubris.

Ibnu Abbas melanjutkan ceritanya, “Pada suatu malam wanita itu kembali mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka laki-laki itu mengambil sebuah pisau tajam dan meletakkan di atas perut wanita itu seraya menusuknya. Laki-laki itu membunuhnya, sementara antara kedua kaki wanita tersebut lahir seorang banyi mungil hingga ia pun berlumuran darah. Ketika hari telah pagi, kejadian tersebut disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Beliau lantas mengumpulkan orang-orang dan bersabda: “Aku bersumpah kepada Allah atas seorang laki-laki, ia telah melakukan suatu perbuatan karena aku, ia dalam kebenaran.” Kemudian laki-laki buta itu melangkah di antara manusia hingga ia duduk di hadapan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku adalah suaminya. Namun ia mencela dan menghinamu, aku telah melarang dan mengancamnya, namun ia tidak berhenti atau menggubrisnya.

Darinya aku telah dikaruniakan dua orang anak yang cakep layaknya bintang yang bersinar, wanita itu sangat sayang kepadaku. Namun, tadi malam ia mencela dan menghinamu, lantas aku mengambil pisau tajam, pisau itu aku letakkan di atas perutnya dan aku tusukkan hingga ia mati.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda: “Ketahuilah, bahwa darah wanita itu adalah sia-sia (halal).”

(HR. Abu Daud no. 4361 dan An-Nasai no. 4070. Hadist ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany)

Faidah dari Hadist ini:

  1. Mencela Allah atau Rasul-Nya atau merendahkannya baik nasabnya maupun ajarannya. Ini bisa menyebabkan halal darahnya bagi orang pencela.
  2. Mencela Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam akan membatalkan perjanjian perdamaian.
  3. Kecemburan dan pembelaan para Shahabat terhadap Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
  4. Buta mata hati lebih berbahaya dari buta mata yang sebenarnya.
  5. Darah para pencaci maki tidak berharga sama sekali dihadapan Allah Ta’ala.

BAB 41 : Syirik Dalam Ketaatan

Urusan dalam masalah halal dan haram suatu perkara agama adalah hak Allah Ta’ala.

Syirik dalam ketaatan adalah seseorang yang mentaati apa yang menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan.

Orang yang berhukum kepada selain hukum Allah terdapat 5 bentuk:

  1. Menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan.
  2. Selain hukum Allah lebih afdhal.
  3. Menyetarakan hukum Allah dengan hukum manusia padahal bertentangan.
  4. Mengganti hukum Allah dengan hukum manusia dan menganggapnya itu hukum Allah.
  5. Mendustakan hukum Allah.

Dalil 1

Pengampunan (At-Tawbah):31 – Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

Faidah dari ayat ini:

  1. Mentaati para ulama atau ahli ibadah dalam menyelisihi perintah Allah Ta’ala, ini adalah bentuk dari mempertuhankan mereka dari selain Allah Ta’ala.
  2. Urusan menghalalkan dan mengharamkan adalah mutlak dari Allah ta’ala.
  3. Wajibnya mengesakan Allah dalam hal ibadah.
  4. Mentaati ulama dalam menghalalkan dan mengharamkan apa yang Allah tidak halalkan dan tidak haramkan termasuk syirik dalam ketaatan.

Dalil 2

Telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Yazid Al Kufi telah menceritakan kepada kami Abdussalam bin Harb dari Ghuthaif bin A’yan dari Mush’ab bin Sa’ad dari Adi bin Hatim berkata: Aku mendatangi nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan di leherku ada salib emas, beliau bersabda: “Hai Adi, buanglah patung ini darimu.” Dan aku mendengar beliau membaca dalam surat Al Baraa`ah: Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah.’ (At Taubah: 31) beliau bersabda: “Ingat, sesungguhnya mereka tidak menyembah mereka tapi bila mereka menghalalkan sesuatu, mereka menghalalkannya dan bila mengharamkan sesuatu, mereka mengharamkannya.” (HR. Tirmidzi no. 3095 dihasankan oleh Syaikh Al-Albany)

Faidah dari hadist ini:

  1. Orang-orang Yahudi menjadikan ulama-ulama mereka dan orang Nasrani menjadikan ahli ibadah mereka yang ditaati oleh mereka selain Allah ta’ala.
  2. Menetapkan syiriknya orang Yahudi dan Nasrani.
  3. Allah mensucikan diri-Nya dari kesyrikan Yahudi dan Nasrani.
  4. Tidak ada ketaatan kepada makhluk apabila mereka maksiat kepada Allah Ta’ala.

SELESAI
SEMOGA BERMANFAAT

Ditulis pada tanggal 26 Rabiul Awal 1441 H
Di Masjid Ar-Rahmad Slipi Jakbar
Pemateri Ust. Mizan Qudsiyah Lc. MA

Spread the love